“Ya Allah, bantulah aku untuk berzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah kepada-Mu dengan baik.” (Diucapkan di penghujung solat setelah tahiyat akhir sebelum salam – Hadis Riwayat al-Bukhari, al-Adabul Mufrad, 1/239, no. 690. Abu Daud, 4/318, no. 1301. An-Nasaa’i, 5/86, no. 1286. Dinilai sahih oleh al-Albani)
__________________________________________________________________________________

| Nawawi | Aqeedah | Fiqh | Anti Syirik | Galeri Buku | Galeri MP3 | U-VideOo |
__________________________________________________________________________________

Jumaat, November 14, 2008

Al-Qur’an Sebagai Penawar Dan Rahmat Bagi Orang-orang Yang Beriman

Al-Qur’an Sebagai Penawar Dan Rahmat Bagi Orang-orang Yang Beriman


http://an-nawawi.blogspot.com

“Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Surah al-Isra’, 17: 82)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menjelaskan tentang Kitab-Nya yang telah Dia turunkan kepada kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, iaitu al-Qur’an yang tidak datang kepadanya kebatilan, sama ada dari depan mahu pun belakangnya, diturunkan dari Allah Yang Maha Binjaksana lagi Maha Terpuji.

Sesungguhnya al-Qur’an merupakan penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Maksudnya adalah dapat menghilangkan penyakit hati, seperti keraguan, kemunafikan, kemusyrikan, kesesatan dan ketidak tetapan pendirian. Al-Qur’an dapat menyembuhkan semua penyakit tersebut.

Di samping sebagai penawar, al-Qur’an juga merupakan rahmat yang dapat melahirkan keimanan, hikmah, dan kesungguhan dalam melakukan kebaikan. Namun perkara seperti ini, hanyalah dapat dirasakan oleh orang-orang yang beriman, percaya dan mengikutinya. Maka bagi orang seperti itu, al-Qur’an adalah penawar dan rahmat.

Ada pun bagi orang kafir dan zalim terhadap dirinya sendiri dengan tidak mempercayainya, maka mendengar al-Qur’an itu tidaklah menambah keimanan, melainkan akan menjadikannya semakin jauh dan mengingkarinya.

Ini bererti, penyakit itu datangnya dari orang kafir, bukan dari al-Qur’an. Perkara ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,

“Katakanlah: “al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, manakala al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah seperti orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh”.” (Surah al-Fushilat, 41: 44)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafiq) ada yang berkata: “Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?” Adapun orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka juga merasa gembira. Dan ada pun orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surah itu bertambahlah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (Surah at-Taubah, 9: 124-125)

Sementara itu, tentang firman Allah: “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”,

Qatadah berkata, “Apabila al-Qur’an tersebut didengar oleh orang yang beriman, lalu ia memahami, menghafal, dan mengamalkannya, maka akan menjadi penawar dan menjadi rahmat baginya.

“Dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” yakni, ia tidak dapat memahaminya, menghafal dan mengamalkannya. Kerana sesungguhnya Allah hanya menjadikan al-Qur’an sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman sahaja.

Daripada Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubayr, as-Suddi dan selainnya berkata berkenaan ayat, “al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman”, adalah bermaksud bahawa al-Qur’an ini adalah bagi mereka yang mengimaninya, iaitu sebagai petunjuk kepada hatinya dan penawar kepada keraguan serta kekeliruan yang berlaku di dalam hati-hati manusia.

Lihat juga Tafsir Ibnu Katsir berkenaan ayat 82, Surah al-Isra’ dan ayat 44 dari Surah Fushilat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (iaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan solat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (Surah al-Baqarah, 2: 2-5)

6 comments:

Cheguman berkata...

Assalamualaikum,
Perkongsian ilmu yg baik. Al-Qu'ran sememangnya satu keajaiban. Ilmu yg terdapat di dalamnya tak mungkin habis digali dan dipelajari.

Jemput ke http://waadat.blogspot.com

Ada sedikit pandangan saya di situ yg mungkin boleh sdra perbaiki.

Terima kasih.

Tanpa Nama berkata...

Saya suka gaya penulisan anda
mudah,padat,ringkas
beserta dalil,al-Quran

Tanpa Nama berkata...

Al Quran itu umpama sungai; banyak manfaatnya, untuk mandi, untuk minum, untuk tanaman, untuk ambil ikan, untuk main sampan, ambil pasir dan berbagai-bagai.

SALAM UKHWAH.

Tanpa Nama berkata...

wa 'alaikumussalam kepada yg sudi mmberi komen.

Raja Marzuqi, perumpamaan seperti itu tidak boleh diberikan kpd al-Qur'an. Kerana ia seolah-olah menyamakan al-Qur'an seperti makhluk. Adapun hakikatnya, al-Qur'an adalah kalamullah.

Tanpa Nama berkata...

[Raja Marzuki]

Benar apa siratan yang anda cuba zahirkan dari hati anda. Memang Quran memberikan manfaat yang banyak malah lebih dari apa yang anda dan saya fikirkan.

[Nawawi]

Anda terlalu mengambil zahir ayat atau kata-kata sahabat kita, Raja. Bukankah apa yang dimaksudkan oleh Raja telah anda fahami. Dan sememangnya dia tidak menyamakan Quran yang mulia dengan sungai.

Nawawi Bin Subandi berkata...

Maaf, persoalan tersebut ada dibahaskan oleh para ulama yag melarang menyamakan al-Qur'an dengan perkara2 yang tidak dinyatakan oleh Allah melalui dalil2 yg sahih.

Maka, jangan menyifatkan kalamullah dengan apa yang tidak dinyatakan baginya. Cukuplah sekadar apa yg telah dijelaskan melalui dalil2 yg sahih.